Senin, 17 September 2012

KEBIJAKAN REDAKSI SOAL EDITORIAL PAGE

 
Makna dan Tantangannya 
Ditulis Oleh : L Weny Ramdiastuti

Disampaikan pada pelatihan menulis artikel di media Sekolah Demokrasi Ogan Ilir 30 Januari 2010


SURATKABAR tanpa halaman opini ibarat sayur tanpa garam. Seorang editor koran di Inggris jaman dulu Manchester Guardian menyebutkan fakta itu mengerikan tapi opini bebas (disampaikan).
Artinya apa? Melalui opini yang disampaikan melalui artikel atau kolom, sebuah fakta bisa disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan yang dimaksudkan penulisnya sampai.
Semua tulisan nonfiksi disebut artikel. Artikel sendiri diartikan sebagai sebuah karangan faktual (nonfiksi) tentang suatu masalah secara lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat di surat kabar, majalah, buletin, dan sejenisnya.
Tujuan dibuatnya tulisan tersebut untuk menyampaikan gagasan dan fakta guna meyakinkan, mendidik, menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur.
Esai, opini, dan kolom adalah berisi tulisan yang biasa disebut dengan artikel. Esai sebenarnya sama saja dengan opini. Sebab, definisi dari esai itu sendiri adalah karangan prosa (bukan menggunakan kaidah puisi) yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.
Sementara kolom atau penulisnya biasa disebut kolomnis atau kolumnis. Kolom adalah salah satu rubrik di media massa yang biasa diisi oleh orang tertentu untuk jenis tulisan yang membidik tema tertentu.
Artikel mengupas suatu masalah secara lebih panjang
kolom lebih menyoroti suatu pandangan, penilaian, penekanan segi atau kecenderungan. Kolom mendekati tajuk. bedanya kolom disertai nama penulis. Bobotnya ditentukan oleh nama penulis.
Halaman opini atau dikenal dengan editorial page wajib dimiliki setiap media massa. Halaman ini diadakan untuk membedakan dengan halaman lain yang berisikan berita atau news. Melalui halaman opini, filsafat atau tujuan sebuah suratkabar dapat disampaikan.
BAGAIMANA kebijakan redaksional sebuah suratkabar dalam menerima opini dari luar? Apakah setiap tulisan bisa diterima? Tentu saja tidak. Sripo punya buku suci sendiri tentang hal ini.
Halaman opini harus berdiri di atas semua kepentingan pembaca. Berangkat dari demokrasi di Indonesia yang berlatarbelakang masyarakat majemuk maka sudah seharusnya halaman opini menjadi wadah kebebasan beropini secara majemuk pula. Yakni, kemajemukan dalam bersuku bangsa, adat istiadat, kepercayaan/keagamaan dan aliran sosial politik.
Perbedaan pendapat, aspirasi dan persoalan di masyarakat harus mendapat ruang untuk dikaji dan diuji. Dengan demikian, masyarakat diajarkan untuk menghargai perbedaan dan mengembangkan perbedaan sehingga dicarikan jalan keluarnya.
Suatu persoalan besar, menengah, dan kecil, ditinjau dari berbagai segi, sehingga semakin jelas duduk perkara, semakin lengkap seluruh dimensinya, dan semakin tercapai proporsinya.
Dengan demikian diharapkan persoalan itu bisa dikontribusikan bagi proses perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan oleh para pemegang tanggung jawab.
Bisa disimpulkan, sebuah artikel - kolom berperan sebagai forum dialog, dan sebagai mimbar untuk mengkaji suatu persoalan dari berbagai sisi.
***
TANTANGAN yang dihadapi oleh pengasuh halaman opini di suratkabar cukup beragam. Secara eksternal, Indonesia lebih kental dengan budaya lisan daripada tradisi tulis. Berdasarkan penelitian GlobeScan (2006) untuk BBC, Reuters, dan The Media Center di Indonesia televisi masih menduduki peringkat pertama media sebagai sumber berita (56%), peringkat kedua adalah koran (21%), sementara radio dan internet sebenarnya berada pada posisi seimbang (9%).
Itu pula yang dihadapi Sriwijaya Post juga media cetak lokal lain di Sumatera Selatan. Sejak awal berdirinya pada 1988, Sripo boleh dibilang sebagai bidan yang melahirkan penulis-penulis artikel dari perguruan tinggi. Khususnya Universitas Sriwijaya.
Mereka dicari, ditemukan di perguruan2 tinggi. Sripo telah melahirkan Fahrurozie Syarkowi, Daud Busroh, Amzulian Rivai, Jalaluddin, Joko Siswanto, Slamet Widodo, Bernadette, Saut Parulian dll.
Sripo bersikap aktif dan sedikit agresif untuk mencari penulis-penulis berbakat. Mereka kami data, diajak diskusi, dan dibuatkan forum untuk membedah suatu persoalan.
Namun terbatasnya jumlah halaman membuat halaman opini hanya menerima artikel dari luar seminggu tiga kali. Ada juga karikatur yang diterbitkan seminggu dua kali. Sementara surat pembaca terbit lima kali dalam seminggu dengan judul hotline.
Kami melakukan seleksi yang lumayan ketat dalam menerima artikel dari luar. Redaktur halaman opini sebagai penjaga gawang halaman juga harus bebas dari kepentingan. Sebab bisa saja karena kenal dengan si penulis maka tulisan penulis tersebut yang terus dimuat.
Artikel juga bisa direncanakan terlebih dulu. Mekanismenya bisa melalui rapat pagi atau rapat sore. Biasanya tema yang kita minta berdasarkan isu yang sedang aktual. Misal, soal kisruh di tubuh KPU Sumsel. Kalau Sripo menilai bahwa artikel tidak cukup untuk bisa mencari solusi tentang suatu masalah kami mencarikan jalan keluarnya melalui forum diskusi. Jadi, halaman editorial pertama-tama mewadahi aspirasi dari pembaca.
Yang disayangkan penulis artikel di Sumatera Selatan sejak 20 tahun terakhir ini tidak meningkat secara kuantitas dan kualitas. Jumlahnya saya perkirakan sampai saat ini tidak sampai 30 orang.
Meningkatnya jumlah warga yang berpendidikan pasca sarjana ternyata juga tidak berkorelasi dengan bertambahnya pengirim artikel. Sementara banyak dosen lebih terjebak pada rutinitas sehari-hari. Padahal dengan menulis seseorang akan mendapat pencerahan. Otak yang penuh oleh ide-ide bisa kembali segar dengan menulis.
Beberapa di antara dosen bila diminta untuk menulis takut salah. Takut tulisannya dikritik. Padahal menulis itu ibarat orang belajar naik sepeda. Kalau tidak dicoba tidak akan pernah bisa. 
Sripo terus mewadahi pikiran para penulis antara lain dengan menyediakan tulisan byline yang menyebutkan si penulis. Isinya, tergantung permintaan Sripo akan suatu masalah yang sedang hangat. Ada juga kolom analisis berita yang mengomentari sebuah berita yang sedang aktual pula.
***
BAGAIMANA NASIB HALAMAN OPINI DI MASA DATANG
PARA pemimpin redaksi surat kabar di negara‑negara
kawasan Amerika Utara ternyata punya sikap paling pesimis
terhadap masa depan surat kabar mereka.
Survei yang dilakukan World Editors Forum (WEF) bekerja sama dengan
Reuters dan Zogby International terhadap 704 pimpinan media
menunjukkan hanya 72 persen yang mengaku optimistis. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tingkat optimisme pimpinan media di Asia (84 persen) dan Amerika Latin (94 persen).
WEF mengutarakan, surat kabar harus berani tampil beda tidak hanya melalui liputan eksklusif melainkan juga dengan kekuatan opini‑opini dan analisis mereka sebagai tokoh pemikiran.
Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah sumber‑sumber berita dan saluran‑saluran media baru yang menyiarkan berita‑berita besar.
Saat diajukan pertanyaan mengenai keharusan melakukan inovasi
redaksional, khususnya pembaruan konten, 67 persen responden
menyatakan halaman‑halaman opini dan analisis akan bertambah di masa yang akan datang.
Angka ini tak jauh berbeda dengan hasil survei yang sama di tahun
2006. Bagi World Association of Newspaper (WAN), hal ini menunjukkan kesadaran mayoritas pimpinan redaksi bahwa konten surat kabar di masa depan akan mengurangi berita faktual, dan banyak mengisinya dengan analisis dan komentar.
Beberapa inovasi media masa depan, di antaranya koran transparan dan newsroom. Koran transparan adalah media cetak yang membuka diri kepada publik pembaca, bahkan mengajak pembaca berpartisipasi dalam kegiatan redaksional.

Sumber bacaan:

• Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus
Jakob Oetama 2001

• Innovations in Newspapers 2008 World Report

Related Posts by Categories

Tidak ada komentar:

Posting Komentar