Minggu, 07 Oktober 2012

ISLAM DAN DEMOKRASI


Sebuah paduan konsep ataukah benturan?

Oleh :
Muallimin,S.Th.I (Sarjana Theologi Islam)


Islam berasal dari bahasa Arab Salam yang berarti selamat, sentosa dan damai. Kemudian diubah menjadi aslama yang berarti berserah diri, masuk dalam kedamaian. Dilihat secara etimologi Islam adalah patuh, taat, tunduk, dan berserah diri kepada Tuhan dengan tujuan untuk mencari kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan dari segi istilah Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Tuhan bukan dari manusia. Nabi Muhammad saw, seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan dan menyebarkan agama Islam kepada seluruh umat manusia.
Demokrasi adalah suatu keadaan Negara dimana dalam sistem pemerintahan kedaulatannya berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat. Secara teori demokrasi adalah sebagai suatu sistem yang dibentuk, dijalankan, dan ditujukan untuk rakyat yang senantiasa mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali penerapannya bersifat trial and error atau bersifat project.
Di tengah proses demokrasi global, banyak kalangan ahli demokrasi di antaranya Larry Diamond, Juan J. Linze, dan Seymour martin Lipset menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman demokratis yang cukup handal.

Pemikir Muslim kelahiran Sudan, Abdel Wahab Efendi mengatakan “Angin demokrasi memang berhembus ke seluruh penjuru dunia, namun tidak ada satu pun daun yang dihembuskan sampai ke dunia muslim” sedangkan menurut Andi Faisal Bakti, dalam Perkembangan Sejarah Islam, konsep-konsep Islam ideal itu tidak lepas dari praktik-praktik penyimpangan, karenanya tidak terlalu salah apabila ada pandangan yang menyatakan bahwa Islam sangat erat dengan konsep-konsep ideal tentang kemasyarakatan tetapi cukup miskin pengalaman dalam praktik demokrasi. Dibandingkan dengan dunia Barat, di belahan negrei Muslim rezim-rezim otoriter masih tumbuh subur meskipun mereka memproklamasikan diri sebagai Negara demokrasi.
Secara garis besar Islam dan demokrasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok pemikiran; 1) Islam dan demokrasi adalah dua sistem yang berbeda, 2) Islam berbeda dengan demokrasi, apabila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di Negara-negara Barat, dan 3) Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan di Negara-negara maju.
Di satu sisi Islam tidak bisa dipisahkan dari unsur teologisnya, sedangkan demokrasi adalah gagasan sekuler, suatu bentuk pemerintahan yang tidak membutuhkan gagasan teologis. Kalau kita melihat Negara Islam yang banyak dipraktekkan di Negara-negara Arab dan Negara Barat, maka Islam memang tidak demokratis. Secara teori Islam memandang demokrasi sebagai bagian terpenting dalam peradaban. Manusia yang memang sudah teruji keberhasilannya. Islam dan demokrasi tidak bisa dipisahkan karena mempuyai tujuan yang sama yaitu memajukan peradaban manusia. Saat ini demokrasi dianggap telah mendapat pasaran yang paling tinggi sebagai jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Hanya saja perkembangan demokrasi di Negara-negara muslim cenderung kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap sebagai faktor utama yang telah menghambat kemajuan kaum muslim. Meskipun demikian, banyak para apologis muslim yang menolak adanya penerapan demokrasi ke dalam islam. Menurut mereka, demokrasi dan Islam adalah dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dapat disatukan, karena bagi mereka demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya haram untuk diamalkan oleh kaum muslim. Beberapa argument yang menjelaskan tentang lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam; 1) Pemahaman doktrinal, 2) Persoalan Kufur, dan 3) Demokrasi yang bersifat alamiah.
Pada tahun 508 SM, Cleisthemes memperkenalkan dan melaksanakan sistem ”Pemerintahan Rakyat” di Athens. Akan tetapi ide demokrasi itu muncul dan berkembang di Eropa sebagai jalan tengah di atas pertikaian antara kaum gerejawan yang pemerintahannya diserahkan kepada raja sebagai wakil Tuhan di dunia. Kemudian diputuskan bahwa gereja atau agama semata-mata hanyalah mengatur tataran pribadi atau individu, sedangkan politik kenegaraan telah diserahkan sepenuhnya kepada rakyat. Ide tersebut dikenal sebagai sekularisme (pemisahan agama dalam kehidupan).
Keadaan tersebut mencerminkan kebenaran tanggapan bahwa demokrasi merupakan suatu masalah yang membingungkan dan tiada penyelesaiannya. Jadi, wajar jika dalam tataran praktiknya demokrasi akan terus mengalami perubahan serta penyesuaian dengan suasana dan tempat sewaktu diterapkannya demokrasi tersebut. Sehubungan dengan hal itu, timbullah pertanyaan; bagaimana mungkin demokrasi yang bersifat membingungkan dan bersifat trial and error mampu menjadi penyelesaian di atas permasalahan manusia? Bukankah itu sama saja halnya dengan ungkapan ”menyelesaikan masalah dengan masalah”.
Alija Izetbegovic pengarang buku Islamika Declaracija sekaligus filosof dari Bosnia dan Herzegovina berpendapat bahwa ”keunikan Islamadalah karena ia mempunyai perspektif holistik di mana norma-norma agama adalah sebuah praktik politik yang korektif, sehingga agama itu sendiri menjadi wahana untuk memperbaiki kehidupan khalayak dan bukan mengkhianatinya”. Rumusan tersebut bermakna bahwa Islam itu sebagai suatu aturan kompleks untuk mengatur seluruh aspek dalam membangun sistem pemerintahan dan hukum dijalankan berdasarkan sumber Islamyatu Al-Qur’an dan hadits.
Rumusan Izetbegovic sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Lora Fraqlay bahwa; ”Islamadalah agama dan negara dalam arti yang sebenar-benarnya” ini berarti dalam menetapkan hukum berdasarkan pada sumber-sumber hukum Islam dan tanpa adanya penerapan hukum dari luar islam.
Dalam bukunya yang berjudul; Seize The Moment, Richard Nixon mantan Presiden AS. Menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara peradaban Islamdan peradaban Barat. Nixon mengatakan bahwa:

“Komunisme memang telah terbukti gagal, Sebagian pengamat telah memperingatkan bahwa Islamakan menjadi kekuatan geopolitik yang ekstrim, karena umat Islamyang didukung oleh pertumbuhan pesat para penduduknya serta memiliki sumber kekayaan alam yang mampu untuk menjadi ancaman besar, sehingga memaksa bangsa-bangsa Barat bersatu dengan Moscow untuk menangani bahaya dari dunia Islam tersebut”.

Pendapat Nixon ini menegaskan bahwa apa yang diinginkan oleh Islam dan Barat itu berbeda.
Dari beberapa pandangan di atas, bahwa pada hakikatnya demokrasi berasal dari pemikiran Barat yang sekuler dan tidak mungkin dapat disatukan dengan Islam. Tidak hanya itu saja, Islam dan demokrasi itu seolah-olah tidak jauh berbeda, walaupun tidak pernah ada kesamaan yang ideal antara Islam dan demokrasi baik secara teori, maupun tataran praktiknya. Dan untuk seorang muslim, haram baginya mengambil hukum-hukum yang berasal dari luar islam, sesuai dengan surat Al-Ahzab ayat 36 :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.”










Daftar Referensi

Akhmad Taufik, dkk, Metodologi Studi Islam, Cet. I. Jatim : Bayu Media Publishing, 2004

ICCE, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Cet. II, Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2006

www.google.com, Ana Al-Faruqi, Islamdan Demokrasi, 29 Jan 2008

ICCE Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani

ICCE Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani

Abdul Ghafur, Demokratisasi dan praktek hukum Islam di indonesia, (Studi atas Pemikiran Gus Dur), Cet. I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002

Related Posts by Categories

Tidak ada komentar:

Posting Komentar