Sebuah paduan konsep ataukah benturan?
Oleh :
Muallimin,S.Th.I (Sarjana Theologi Islam)
Islam berasal dari bahasa Arab Salam yang berarti selamat, sentosa
dan damai. Kemudian diubah menjadi aslama yang berarti berserah diri,
masuk dalam kedamaian. Dilihat secara etimologi Islam adalah patuh,
taat, tunduk, dan berserah diri kepada Tuhan dengan tujuan untuk mencari
kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan dari segi
istilah Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Tuhan bukan dari
manusia. Nabi Muhammad saw, seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk
menyampaikan dan menyebarkan agama Islam kepada seluruh umat manusia.
Demokrasi adalah suatu keadaan Negara dimana dalam sistem pemerintahan
kedaulatannya berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan
oleh rakyat. Secara teori demokrasi adalah sebagai suatu sistem yang dibentuk,
dijalankan, dan ditujukan untuk rakyat yang senantiasa mengalami berbagai
penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali penerapannya bersifat trial
and error atau bersifat project.
Di tengah proses demokrasi global, banyak kalangan ahli demokrasi di
antaranya Larry Diamond, Juan J. Linze, dan Seymour martin Lipset menyimpulkan
bahwa dunia Islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak
mempunyai pengalaman demokratis yang cukup handal.
Pemikir Muslim kelahiran Sudan, Abdel Wahab Efendi mengatakan “Angin
demokrasi memang berhembus ke seluruh penjuru dunia, namun tidak ada satu pun
daun yang dihembuskan sampai ke dunia muslim” sedangkan menurut Andi Faisal
Bakti, dalam Perkembangan Sejarah Islam, konsep-konsep Islam ideal itu tidak
lepas dari praktik-praktik penyimpangan, karenanya tidak terlalu salah apabila
ada pandangan yang menyatakan bahwa Islam sangat erat dengan konsep-konsep
ideal tentang kemasyarakatan tetapi cukup miskin pengalaman dalam praktik
demokrasi. Dibandingkan dengan dunia Barat, di belahan negrei Muslim
rezim-rezim otoriter masih tumbuh subur meskipun mereka memproklamasikan diri
sebagai Negara demokrasi.
Secara garis besar Islam dan demokrasi dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kelompok pemikiran; 1) Islam dan demokrasi adalah dua sistem yang
berbeda, 2) Islam berbeda dengan demokrasi, apabila demokrasi didefinisikan
secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di Negara-negara Barat, dan
3) Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik
demokrasi seperti yang dipraktikkan di Negara-negara maju.
Di satu sisi Islam tidak bisa dipisahkan dari unsur teologisnya,
sedangkan demokrasi adalah gagasan sekuler, suatu bentuk pemerintahan yang
tidak membutuhkan gagasan teologis. Kalau kita melihat Negara Islam yang banyak
dipraktekkan di Negara-negara Arab dan Negara Barat, maka Islam memang tidak
demokratis. Secara teori Islam memandang demokrasi sebagai bagian terpenting
dalam peradaban. Manusia yang memang sudah teruji keberhasilannya. Islam dan demokrasi tidak bisa
dipisahkan karena mempuyai tujuan yang sama yaitu memajukan peradaban manusia. Saat ini demokrasi dianggap telah mendapat pasaran yang paling tinggi
sebagai jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Hanya saja perkembangan demokrasi di Negara-negara muslim cenderung
kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap sebagai faktor utama yang
telah menghambat kemajuan kaum muslim. Meskipun demikian, banyak para apologis
muslim yang menolak adanya penerapan demokrasi ke dalam islam. Menurut mereka,
demokrasi dan Islam adalah dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dapat
disatukan, karena bagi mereka demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya
haram untuk diamalkan oleh kaum muslim. Beberapa argument yang menjelaskan
tentang lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam; 1)
Pemahaman doktrinal, 2) Persoalan Kufur, dan 3) Demokrasi yang bersifat
alamiah.
Pada tahun 508 SM, Cleisthemes
memperkenalkan dan melaksanakan sistem ”Pemerintahan Rakyat” di Athens. Akan
tetapi ide demokrasi itu muncul dan berkembang di Eropa sebagai jalan tengah di
atas pertikaian antara kaum gerejawan yang pemerintahannya diserahkan kepada
raja sebagai wakil Tuhan di dunia. Kemudian diputuskan bahwa gereja atau agama
semata-mata hanyalah mengatur tataran pribadi atau individu, sedangkan politik
kenegaraan telah diserahkan sepenuhnya kepada rakyat. Ide tersebut dikenal
sebagai sekularisme (pemisahan agama dalam kehidupan).
Keadaan tersebut mencerminkan
kebenaran tanggapan bahwa demokrasi merupakan suatu masalah yang membingungkan
dan tiada penyelesaiannya. Jadi, wajar jika dalam tataran praktiknya demokrasi
akan terus mengalami perubahan serta penyesuaian dengan suasana dan tempat
sewaktu diterapkannya demokrasi tersebut. Sehubungan dengan hal itu, timbullah
pertanyaan; bagaimana mungkin demokrasi yang bersifat membingungkan dan
bersifat trial and error mampu menjadi penyelesaian di atas permasalahan
manusia? Bukankah itu sama saja halnya dengan ungkapan ”menyelesaikan masalah
dengan masalah”.
Alija Izetbegovic pengarang
buku Islamika Declaracija sekaligus filosof dari Bosnia dan Herzegovina
berpendapat bahwa ”keunikan Islamadalah karena ia mempunyai perspektif holistik
di mana norma-norma agama adalah sebuah praktik politik yang korektif, sehingga
agama itu sendiri menjadi wahana untuk memperbaiki kehidupan khalayak dan bukan
mengkhianatinya”. Rumusan tersebut bermakna bahwa Islam itu sebagai suatu
aturan kompleks untuk mengatur seluruh aspek dalam membangun sistem
pemerintahan dan hukum dijalankan berdasarkan sumber Islamyatu Al-Qur’an dan
hadits.
Rumusan Izetbegovic sejalan
dengan apa yang disampaikan oleh Lora Fraqlay bahwa; ”Islamadalah agama dan
negara dalam arti yang sebenar-benarnya” ini berarti dalam menetapkan hukum
berdasarkan pada sumber-sumber hukum Islam dan tanpa adanya penerapan hukum
dari luar islam.
Dalam bukunya yang berjudul; Seize The Moment, Richard Nixon
mantan Presiden AS. Menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara peradaban
Islamdan peradaban Barat. Nixon mengatakan bahwa:
“Komunisme memang telah terbukti gagal, Sebagian pengamat telah
memperingatkan bahwa Islamakan menjadi kekuatan geopolitik yang ekstrim, karena
umat Islamyang didukung oleh pertumbuhan pesat para penduduknya serta memiliki
sumber kekayaan alam yang mampu untuk menjadi ancaman besar, sehingga memaksa
bangsa-bangsa Barat bersatu dengan Moscow untuk menangani bahaya dari dunia
Islam tersebut”.
Pendapat Nixon ini menegaskan bahwa apa yang diinginkan oleh Islam dan
Barat itu berbeda.
Dari beberapa pandangan di atas, bahwa pada hakikatnya demokrasi berasal
dari pemikiran Barat yang sekuler dan tidak mungkin dapat disatukan dengan
Islam. Tidak hanya itu saja, Islam dan demokrasi itu seolah-olah tidak jauh
berbeda, walaupun tidak pernah ada kesamaan yang ideal antara Islam dan
demokrasi baik secara teori, maupun tataran praktiknya. Dan untuk seorang
muslim, haram baginya mengambil hukum-hukum yang berasal dari luar islam,
sesuai dengan surat Al-Ahzab ayat 36 :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat
yang nyata.”
Daftar Referensi
Akhmad Taufik, dkk, Metodologi
Studi Islam, Cet. I. Jatim : Bayu Media Publishing, 2004
ICCE,
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Cet. II,
Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2006
www.google.com, Ana Al-Faruqi, Islamdan Demokrasi, 29
Jan 2008
ICCE
Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani
ICCE
Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani
Abdul Ghafur, Demokratisasi
dan praktek hukum Islam di indonesia, (Studi atas Pemikiran Gus Dur), Cet.
I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar