Analisis
Kebijakan Publik
Dari Kepentingan Publik hingga Pengesahan Kebijakan Publik
Oleh : Muallimin, S.Th.I
Indonesia sejak terbukanya gerbang demokrasi melalui peristiwa bersejarah
runtuhnya rezim otoriter Orde Baru memunculkan banyak sekali aktor-aktor yang
berjuang dalam pembangunan kembali bangsa sejak dilanda krisis multidimensi
yang berkepanjangan. berbagai kebijakan untuk orang banyak yang ada di negara
ini telah ditelurkan oleh para pembuat kebijakan, ada yang mendapat apresiasi
dari masyarakat dan banyak juga yang mendapat tentangan dan kecaman dari publik
karena publik tidak percaya dengan kebijakan-kebijakan tersebut.
Kebijakan publik merupakan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat
di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tedapat beberapa model
kebijakan publik; Institutionalism (Model
Kelembagaan), Group Theory (Model Kelompok), Elite theory (Model
Elit), Rational Model (Model Rasional), Incremental Model (Model
Inkremental), Political systems theory (Model Sistem). Jadi untuk membuat
suatu kebijakan publik si pembuat kebijakan dapat mempergunakan model-model
tersebut. Terdapat empat langkah dalam kebijakan publik; pertama Penyusunan Agenda, kedua Formulasi
kebijakan, ketiga Legitimasi Kebijakan dan keempat Evaluasi Kebijakan.
Kebijakan publik menurut Jones, haruslah memiliki kemampuan untuk menjawab
semua permasalahan yang ada di masyarakat, menyentuh semua aspek
permasalahan yang ada di masyarakat dan
perkiraan dari pelaksanaan kebijakan, dan memperhatikan estimasi dampak
kebijakan apakah sebuah kebijakan itu dapat memberi dampak positif atau malah
sebaliknya dapat menimbulkan permasalahan baru.
Kita bisa melihat contoh dari kebijakan tentang konversi minyak tanah ke
gas elpiji. Kebijakan ini di satu sisi memang dapat mengatasi defisit minyak
bumi yang ada di negara ini, akan tetapi di sisi lain, konversi ini menimbulkan
permasalahan baru yakni dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban ledakan
“bom waktu” tabung gas dan selang regulator yang tidak layak pakai dan tidak
memenuhi stándar keamanan di tambah lagi kurangnya pemahaman masyarakat
kalangan menengah kebawah tentang tata cara penggunaan kompor gas.
Memakai análisis Jones di atas, kebijakan konversi minyak tanah ke gas
elpiji ini tentu belum dibahas segala aspek yang terjadi dan belum menyentuh
persyaratan estimasi dampak dari sebuah
kebijakan publik sehingga penanggulangan terhadap jatuhnya korban ledakan
elpiji kian hari kian bertambah.
Kemudian, setelah “menumbalkan” banyak nyawa dan harta benda pemerintah
mengeluarkan lagi formulasi kebijakan yang dinilai terlambat, karena korban
sudah terlanjur banyak bergelimpangan, dan tabung-tabung tidak layak pakai
banyak beredar serta regulator berbahaya terlanjur terdistribusi ke khalayak.
Di sisi lain, penulis menilai bahwa kebijakan konversi minyak tanah ke gas
ini sudah bisa menekan defisit kekurangan minyak bumi dan meningkatkan ekonomi
makro bangsa Indonesia, akan tetapi dengan menumbalkan korban terlebih dahulu
akibat dari tabung, selang regulator serta kompor yang asal-asalan.
Tentunya dalam kebijakan dan proposal kebijakan itu semua yang diusulkan
sebagai kebijakan publik adalah baik, akan tetapi terhambat karena dan terjadi
kecelakaan diakibatkan oleh praktik-praktik korupsi yang belum mereda di negara
ini sehingga selang, regulator dan kompor yang semestinya layak dibagikan
disulap koruptor menjadi tidak layak pakai dan akhirnya bermuara kepada keganasan
ledakan tabung.
Di atas adalah salah satu contoh kebijakan yang belum memenuhi stándar
kelayakan karena tidak mencakup segala aspek dan memikirkan estimasi dampak di
masyarakat atau bisa jadi sebuah kebijakan konversi minyak tanah ke gas
tersebut sudah sangat baik akan tetapi kurangnya pengawalan terhadap pelaksanaan kebijakan publik
tersebut dapat ternoda oleh tangan-tangan jahil para koruptor.
Bickers dan
William sudah memformulasikan tentang kebijakan publik haruslah memikirkan
analisis biaya manfaat dan telah memperhitungkan berbagai kemungkinan dampak
politik kebijakan seperti gambaran tentang pihak yang diuntungkan dan pihak
yang dirugikan. Kingdon juga menyatakan
bahwa suatu kebijakan publik haruslah memiliki
kelayakan teknis untuk menghindari ketidakkonsistenan,
meyakinkan dari segi kelayakan implementasi, dan berisi penjelasan tentang
mekanisme praktis untuk implementasi kebijakan.
Dalam hal
kebijakan konversi di atas hanya memikirkan manfaat yang dapat menekan jumlah
defisit minyak bumi dan pertumbuhan ekonomi makro tanpa memikirkan biaya yang
ditimbulkan dari kebijakan publik tersebut. Analisis ini
akhirnya dapat dipakai sebagai barometer penilai kebijakan tersebut bahwa
kebijakan konversi itu sama saja dengan sebuah kebijakan yang sia-sia, karena
demi keuntungan dari tertekannya defisit minyak bumi dan pertumbuhan ekonomi
makro malah membuat Negara merugi dengan mengurusi banyaknya permasalahan yang
ditimbulkan oleh peluncuran kebijakan konversi minyak tanah ke gas tersebut
melalui peristiwa-peristiwa merugikan yang terjadi dan kembali lagi-lagi Negara
dirugikan.
Kebijakan
publik yang benar-benar berasal dari kepentingan publik dan bukan dibuat-buat
seolah-olah adalah kepentingan publik (manipulasi) untuk mengelabui publik
dapat saja terjadi demi melanggengkan kekuasaan. Kebijakan publik seperti ini
tentunya sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi walaupun proses demi
proses secara procedural telah dilakukan demi menggolkan kebijakan tersebut
yang dalam bahasa Palembang-nya “asak Pemerintah boleh gawe bae” atau
“pemerintah tejingok begawe” tentu kebijakan publik seperti ini harus dihindari
karena sangat berkaitan erat dengan kelangsungan hidup orang banyak, karena
salah dalam penetapan kebijakan publik akan berdampak luas baik dari segi
ekonomi akibat dari kebijakan publik yang tidak memperhatikan kerugian yang
diderita akibat implementasi kebijakan tersebut, dari segi sosial dan budaya
karena tercerabutnya nilai-nilai sosial dan budaya dimasyarakat serta dari sisi
manapun.
Dalam
pengamatan saya, adalah bahwa semua penentu kebijakan publik yang berkaitan
langsung dengan kebijakan-kebijakan publik apabila kebijakan itu membawa dampak
yang baiik bagi masyarakat maka “pahala politik” dapat diterimanya, dan apabila
sebaliknya “dosa politik” akan siap ditanggungnya. Untuk itulah, demi tercapainya kebijakan publik
yang memang betul-betul mensejahterakan rakyat harus benar-benar berasal dari kepentingan publik,
bukan hanya kepentingan elit bangsa yang dibungkus dengan indahnya sebagai
kebijakan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar